Kerapkali muncul pertanyaan, kenapa umat Islam tidak boleh merayakan Valentine ? Pertanyaan tersebut dapat dijawab perspektif.
Pertama, hari besar dalam Islam ditetapkan dan ditentukan, sehingga tidak boleh ditambah atau dikurangi. Semua itu sudah diterima apa adanya dan telah disyariatkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya kepada kita.
Ibnu Taimiyah pernah menuturkan bahwa hari – hari besar keagamaan merupakan bagian dari syariat, aturan, dan ibadah, sebagaimana yang telah disinggung dalam firman Allah, “Untuk setiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadapkarunia yang telah diberikan-Nya kepada kalian, maka berlomba – lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah swt kalian semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian terhadap apa yang dahulu kalian perselisihkan." (QS. al-Ma’idah [5] :48)
Paling tidak, mengikuti perayaan non muslim ini sudah perbuatan kemaksiatan. Berkenaan dengan hari besar keagamaan, Rasullah pernah bersabda, “Setiap Kaum mempunyai hari besar. Dan ini hari besar kita.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Selain itu, hari Valentine atau hari kasih sayang merujuk pada masa Romawi, bukan masa Islam. Singkatnya, perayaan Valentine dikhususkan bagi kalangan Kristen. Islam dan kaum Muslimin sama sekali tidak dilibatkan dalam perayaan ini.
Kedua, perayaan hari kasih sayang mempunyai keserupaan dengan tradisi orang – orang Romawi paganisme dan bid’ah penganut agama Kristen yang taklid kepada mereka. Karena itu, jika menyerupa saja tidak boleh, maka apalagi mengikuti perbuatan bid’ah mereka atau ikut menyembah dewa – dewa mereka.
Menyerupai kaum kafir paganisme maupun Ahli kitab hukumnya jelas Haram, baik meyerupi dalam hal ibadah (ini paling berbahaya), tradisi, maupun perilaku. Ketentuan ini bedasarkan dalil Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.
1. Dalil Al-Quran yang melarang kita mengitkuti kaum kafir adalah ayat, “Janganlah kalian menjadi seperti orang – orang yang bercerai – berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang – orang yang mendapat adzab yang berat.” (QS. Al-Imron [3] : 105)
2. Dalil sunnahnya adalah sabda Rassullah, “Siapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
3. Dalil Ijma’ nya adalah pendapat yang dikutip oleh Ibnu Taimiyyah bahwa para sahabat sepakat dalam haramnya meniru hari – hari besar orang kafir. Ibnu al-Qayyim juga mengutip Ijma’ ulama dalam masalah ini.
0 komentar:
Post a Comment