Saturday, December 17, 2011

Berapa Harga Surga Itu...? (Part 2)


Sambungan dari "Berapa Harga Surga Part 1"

Apalagi jika shadaqah anda tak seberapa dibandingkan amanah kekayaan yang kalian terima dari Allah swt masih dinodai dengan “virus tebang pilih. Artinya, benda – benda anda sumbangkan kepada orang lain adalah benda – benda yang kalian sendiri pun telah malu memakainya dan tidak layak pakai. Anda memberikannya lantaran benda – benda tersebut menyesaki lemari yang semakin tidak muat. Bila seperti itu belum bisa dikatakan sebagai Ahli Surga..

Ketiga, (memerdekakan) hamba sahaya. Saat ini memang sudah tidak ada perbudakan lagi, sehingga tak mungkin mengamalkan bagian ayat tersebut secara harfiah. Dan, please, jangan sampai ada dari Sobat My Expression yang bertanya : “Berarti gugur donk kewajiban poin ini..?”.

OMG... Jika terbesit untuk bertanya demikian, dengan berat hati gue terpaksa mengatakan bahwa anda setara dengan “menahan lapar semalaman lantaran di rumah anda kehabisan beras, sementara di rumah anda banyak terapat roti, mie, dan kue – kue lain yang mengenyangkan”. Apalagi di hadapan Allah, janganlah pernah terbesit membuat alibi, karena Allah Maha Mengetahui.


Secara analogis, memerdekakan hamba sahaya tentu sebanding dengan membantu mengentaskan oran lain (entah keluarga, tetangga, sahabat, atau siapa pun) dari kesulitan, kemiskinan, utang, rentenir, penderitan, bencana alam, dan lain sebagainya. Ambilah karakter dasar ‘hamba sahaya” yang pasti lekat dengan kesengsaraan dan dan penderitaan, lalu konstekstualisasikan karakter dasar tersebut ke dalam kehidupan masa kini disekitar kita. Inilah yang disebut sebagai memerdekakan hamba sahaya.

Hindarkan hidup lo semua dari karakteristik verbalis, antitafsir, dan formalis belaka agar pikiran dan amalan kita semua tidak kehilangan ruhnya. Gue punya contoh yang nyata, saat dirumah gue ada seseorang tamu. Pada saat itu gue untuk mempersilahkan makan, “silahkan diambil nasinya” ujar gue. Lalu tamu itu hanya makan pakai nasi putih saja, padahal di atas meja telah tersedia lauk pauk yang banyak. Gue bertanya “mengapa kamu hanya memakan nasi putih saja, apakah kamu sedang mutih ?”. Lalu ia menjawab “bukannya anda mempersilahkan saya hanya mengambil nasi ?. Jadi saya tidak mau mengambil yang lainnya, lantaran belum dipersilahkan oleh anda. Duhhhh, pusing kan jika ada orang yang berprinsip seperti itu. Apalagi dihadapan Allah swt, astagfirullahal ‘azhim...

Keempat, mendirikan shalat. Shalat menempati urutan kedua di rukun Islam, setelah syahadat. Penting bagi seluruh umat muslim untuk menjalankan shalat. Karena kelak yang akan diperhitungkan dihari akhir adalah shalat kita. Bila shalat kita baik, maka seluruh amalan yang lainnya juga baik. Begitu pula sebaliknya, bila shalat kita rusak, maka otomatis rusak juga kualitas shalat kita.
Sebaiknya, kalkulasikan sendiri dengan jujur dan intropektif mengenai pengaruh shalat dalam kehidupan kita. Ada atau tidak? Positif atau negatif ?. jika hasil kalkulasi lo menunjukan bahwa shalat lo sudah istiqomah, tetapi hobi lo masih menipu, dan korupsi yang tak kalah istiqomah juga, berarti masih banyak kerusakan dalam shalat lo. astagfirullahal ‘azhim...

Kelima, menunaikan zakat. Fiih telah menetapkan bahwa zakat itu wajib (tidak sebagaimana shadaqah) dan kadarnya adalah 2.5 % dari kekayaan yang lo punya. Jangan kurang sedikit pun, kalau lebih termasuk shadaqah. Tetapi, baiklah jangan dulu ngomong lebih dari 2.5 %. Kewajiban 2.5 % ini pernah lo berijtihad sendiri atas motif pelit bin kikir bin medit bin bakhil. Jangan pula selama hidup lo tidak pernah mengeluarkan zakat.

Keenam, menepai janji apabila sudah berjanji. Janji adalah hutang, dan hutang harus dibayar. Begitulah falsafah umumyang dikenal orang banyak. Tapi faktanya boro – boro menepati janji, membayar hutang saja masih banyak yang tak membayar hutang. Bahaya sekali berhadapan dengan janji atau hutang itu, bila kita lupa membayar hutang atau menepati janji maka kelak kita harus membayarnya di akhirat.

Bila hutang uang saja dilupakan atau dihiraukan, bagaimana dengan hutang janji ? Logikanya akan lebih disepelekan, bukan ? Ada temen gue yang berbicara seperti ini “Ahhh,,, kalau orang bicaranya sepuluh, bohongnya sebelas”. Ungkapan seperti itu erupakan kelakar yang penuh kemuakan sekaligus (seharusnya) otokritik betapa seseorang lebih dari 100% bicaranya adalah dusta. Ya, lebih dari 100%...!! Lantas, masih adakah harga diri kita dihadapan Allah swt. menempatkan maqam ahli Surga. Maka orang yang senang berjanji, namu seseorang tersebut juga senang mengingkarinya, masih pantaskah orang tersebut menjadi penghuni Surga Allah swt. Gue harap Sobat My Expression tidak ada yang mengingkari janji.

Ketujuh¸ adalah sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Terkait itu, kita mesti menyadari bahwa dalam hal apapun kita harus menjadikan sabar sebagai penolong kita. Sebab, Allah swt. akan menyertai orang-orang yang sabar. Allah berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya, Allah berserta orang – orang yang sabar”. [QS. al-Baqarah [2]:153].

Itulah karakter sabar, karena dengan sabar akan sangat menentukan kualitas tauhid seseorang sekaligus kualitas sosialnya. Jika kita memiliki jiwa sabar, bagaimana mungkin kita dapat menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh, kelaparan, kehausan, diantara melimpahnya makanan dan minuman disekitar kita. Maka dengan bersabar akan menerbangkan seseorang ke puncak Surga Allah swt.
Demikianlah selintas cerminan mukmin, shalih, dan taqwa. Mampukah kita semua membayar syarat – syarat orang dijanjikan Surga oleh Allah..

Ingat, bahwa harga Surga itu tidak dapat ditawar sedikit pun.. Harga Pas..


"Terima Kasih Kepada Bapak Edi Mulyono"

0 komentar:

Post a Comment